Antara Kesholehan dan Cobaan
Disisi lain kita melihat: Orang lain yang lalai, bahkan tidak sholatpun, apalagi melakukan sunnah dan berdo’a, jarang bahkan hampir tidak ada.. Tapi, Hidupnya “bahagia” tanpa masalah yang berarti. Berkecukupan, rezekinya berlimpah ruah. Seakan sudah tak da lagi yang diharapkannya didunia ini kecuali hanya menunggu ajal.
Selintas jika kita berfikir perihal itu, kadang terbesit juga rasa lelah, rasa kalah, rasa “kecewa” dengan Allah. Kenapa? Kenapa?? Kita yang selalu patuh dan ta’at padaNya, bergelimangkan masalah dan cobaan. Tapi disana orang2 ingkar yang tidak pernah perduli dengan ke-Maha Kuasa-anNya bergelimang bahagia dan dunia.
“Apakah kita nak berhenti juga bersujud padaNya, nak berhenti jua berdo’a? Barulah Dia berikan apa yang dipinta? Seperti halnya mereka?” Jangan… jangan… Sama sekali tidak seperti itu.
Saad bin Abi Waqqash berkata: “Aku pernah bertanya, “Wahai Rasulullah! Siapakah orang yang paling berat cobaannya?” Beliau menjawab: “Para nabi, kemudian orang-orang shalih, kemudian yang sesudah mereka secara berurut menurut tingkat keshalih-annya. Seseorang akan diberi ujian sesuai dengan kadar agamanya. Bila ia kuat, akan ditambah cobaan baginya. Kalau ia lemah dalam agamanya, akan diringkankan cobaan baginya. Seorang mukmin akan tetap diberi cobaan, sampai ia berjalan di muka bumi ini tanpa dosa sedikitpun.” (Riwayat Al-Bukhari)
Jika kamu telah ta’at padanyaNya, telah berusaha dekat denganNya dan selalu penuh do’a harap dengan kasih sayangNya. Tapi Dia selalu “membebani“mu dengan untaian2 ragam ujianNya. Seakan do’a2mu tak pernah diijabahNya dan Cobaan2 itu makin hari makin berat dan parah. Itu pertanda. Bahwa Allah sangat amat mencintaimu! Berbanggalah, saat keadaanmu seperti itu, dalam beratnya masalah dan cobaanmu sekarang, Dia Allah masih memperhatikanmu dan tidak mengabaikanmu.
Sungguh Allah mencintai hamba2Nya dengan memberikannya cobaan2 dan Allah “mengabaikan” hambaNya pula dengan memberikannya kenikmatan2 dan apapun jua yang dipintainya. Imam al-Shadiq as berkata, ”Besarnya pahala seseorang sebanding dengan besarnya penderitaannya dan tidaklah Allah mencintai seorang hamba kecuali Dia menghadapkannya dengan penderitaan“.