Artikel/ Keluarga/ Mindset/ Pribadi
Amplop Undangan, Hutang?
Sebenarnya saya cuma agak kaget dan penasaran. Eh, ternyata maksud dari memberikan nama (identitas) pada amplop hajatan seperti Walimah, Aqiqah dan sejenisnya itu adalah: “Si pemberi berharap, nanti jika dia ada acara serupa, maka sipenerima ini HARUS juga memberikan amplop yang serupa dan tragisnya itu dianggap sebagai Hutang” — Bukan seperti itu kah?
OK, logika tolol pertama:
Secara tidak sengaja mindset (paham) semacam ini telah membuahkan sebuah kejadian yang UNLIMITED yang berketerusan.
Skip aja, kalau ngga mau baca bagian bawah ini…
Nah, disinilah unlimited looping itu terjadi. Saat datang waktunya si A punya hajatan maka si B pun juga datang dengan membawa amplop serupa seperti yang si A lakukan dulunya. Pastinya si B kembali berharap, nanti si A akan balik memberikan lagi amplopnya saat ada hajatan ditempat si B.
Datanglah waktunya si B punya hajatan lagi. maka si A pun datang lagi dengan membawa amplop serupa seperti biasa yang ia lakukan sebelumnya. Pastinya si A ini kembali berharap, nanti si B akan balik memberikan lagi amplopnya saat ada hajatan lagi ditempatnya.
Akhirnya datanglah waktunya si A yang punya hajatan. maka si B pun kembali datang membawa amplop serupa seperti biasa yang ia lakukan sebelumnya. Pastinya si B ini juga tetap berharap, nanti si A akan balik memberikan lagi amplopnya saat ada hajatan lagi ditempatnya.
Selang beberapa masa, si B kembali mengadakan hajatan (entah hajatan apa lagi). Maka seperti biasa si A pun kembali datang membawa amplop serupa seperti biasa yang ia lakukan sebelumnya. Pastinya si A ini juga masih berharap, nanti si B akan balik memberikan lagi amplopnya seperti biasanya.
Selanjutnya, logika tolol kedua:
Hutang? Disini (status yang kita bahas) dikatakan “hutang“. Maksudnya bahwa amplop yang didapat atau diberikan saat ada hajatan itu dikategorikan dengan hutang sebagaimana adat berlaku. (Mungkin ada, tapi entah adat mana saya ngga tau).
Seharusnya kita musti tau dulu, apa itu hutang?
Baik… karena ini bukanlah makalah, jadi saya tidak akan menjelaskan apa itu hutang. Tapi saya akan kutipkan dari sebuah penjelasan ulama tentang apa aja syarat sah hutang (syarat sesuatu bisa disebut hutang).
Kata Syaikhul Islam Abi Zakaria al-Anshari, hutang itu punya 3 syarat:
1. ‘Aqid yaitu yang berhutang dan yang berpiutang.
2. Ma‘qud ‘alayh yaitu barang yang dihutangkan.
3. Sigat yaitu ijab qabul, bentuk persetujuan antara kedua belah
pihak.
Dari syarat itu, bisa kita simpulkan… Apakah amplop “bernama” yang diberikan oleh para tamu undangan itu bisa disebut hutang atau tidak?
Dari sini sebenarnya kita sudah bisa menebak bahwa status itu hanyalah semacam mindset (paham GaJe) dari orang-orang lagi gabut.
Jadi, amplop itu bukanlah HUTANG! dan pelaksana acara mengundang banyak orang untuk datang bukanlah untuk mengadakan utang piutang, melainkan untuk bermasyarakat, bersimpati-empati dan berperan dalam sosial. Baik itu sebagai tetangga, saudara, sahabat, dan lain sebagainya.
Logika tolol terakhir: Siapa yang mau? Mau hajatan ditimpukin utang. Lebih baik tak usah dikasih amplop. Acaranya tetap akan jalan kan? Ahh.. sudah lah…
Siapapun tahu, amplop atau barang apapun yang diberi oleh tamu undangan saat ada walimahan atau acara apapun. Itu bukanlah hutang apalagi cuma buat cari sensasi. Melainkan itu adalah bentuk keikhlasan dari masyarakat yang diundang dengan niat bisa meringankan dan membantu beban biaya hajatan.
Khusus untuk kado walimah: Untuk mengurangi biaya pemenuhan kebutuhan baru berumahtangga (sangat membantu bukan?)
So? Mari kita berpikir lagi lebih baik. Jangan asal copas, asal caplok, apalagi masalah urusan agama. Semuanya harus ada dalil dan dasar yang jelas.
Eh? Apa ada yang bertanya nanti? “Lantas kenapa diberikan nama?”
Ada 2 kemungkinan baik menurut adat dan adab:
Pertama
Agar kita ingat bahwa si A pernah datang ke hajatan kita dan memberikan sesuatu dan nanti jika dia ada hajatan dan diundangnya, maka kita juga akan lakukan hal yang sama. TAPI bukan karena kita berhutang dulunya tapi karena saling balas-membalas dalam kebaikan.
Andaipun saat dia hajatan kita tidak ada uang yang akan diberikan. Maka hadir saja-pun pasti akan membuatnya bahagia.
Kedua
Hubungan sosial. Saat saya menghadiri undangan walimah teman saya. Saya berikan dia kado yang besar dan amplop yang tebal. Semua itu saya tuliskan atas nama SAYA. Agar apa? Apakah agar nanti dia memberikan sesuatu yang sama pada saya?? TIDAK!
Maksud nama itu adalah…
Agar dia tau bahwa temannya hadir saat itu dengan rasa yang bahagia, empati dan sayang padanya. (Dia buka kado dan amplopnya selesai acara kan?) Dia-pun saat itu pasti juga akan berpikir, betapa sayang saya padanya hanya dengan melihat apa yang saya berikan dari kado dan amplop itu.
Lah, lagian kalau ngga ada nama. Kita pasti akan bertanya-tanya: “Ini dari siapa, ini dari siapa?”
Receh… Hal yang tak perlu dibahas sebenarnya,
Wallahu’alam