Istri adalah Kebetulan?
Ini cuplikan komentarnya ya temen-temen.
Sebenarnya disini saya tidak akan membahas tentang komentar itu. Cuma, saya penasaran. Kenapa dia harus berkata yang tidak layak dan “menjatuhkan” seperti itu.
Saya tidak menyalahkan isi komentarnya. Yang saya salahkan adalah, kenapa dia harus mengatakan hal itu? Faedahnya apa? Agar para istri paham kalau dia bukan darah dagingnya? Jikapun, anggapan seperti itu ada dalam benaknya, kenapa harus dikatakan? Kenapa harus ada orang yang tau? Jadinya belibet kan?
Jadi, saya rasa perbuatan dia itu sudah jelas salah. Dia salah karena dia mengutarakan isi pikirannya tanpa sadar akan ketajamannya. So, buat apa lagi dibahas. Karena yang hendak saya bahas disini adalah: Bagaimana sikap dari kaum “ibu-ibu” (hawa) tentang ini. Karena sudah pasti, merekalah (khusus istri) yang paling sakit hati dan ter’trigger‘ dengan statement GaJe ini.
Ok, setelah saya tinjau kebeberapa status yang memviralkan komentar gaje tersebut. Saya bisa menyimpulkan. Bahwa sikap seorang istri juga tidak harus seperti itu. Ingat lho… Dia suami, yang punya kedudukan 1 langkah lebih tinggi darimu.
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” [An-Nisâ: 34]
Bagaimanapun dia menghina kalian (istri), mencaci kalian dan merendahkan kalian dengan menganggap kalian begini begitu. Lalu kalian melawannya, mendebatnya, menjadi durhaka padanya. Maka hal itu tidak akan sama sekali mengubah kedudukan fitrah kalian sebagai seorang wanita pun sebagai seorang istri bagi suami kalian.
So, apa gunanya kalian menakar-nakar pengorbanan kalian? Apa fungsinya kalian menghargai diri kalian dengan uang yg HANYA 25M itu? Apa kalian tidak ingat betapa sakitnya melahirkan? Lalu Allah balaskan dengan yang lebih baik:
Jika Allah memanggil kalian selama kalian Hamil hingga melahirkan, Allah akan jaminkan Syurga. Pernah saat Rasul mengatakan antara orang-orang yang dinilai Syahid diantaranya adalah:
“….dan wanita yang mati, sementara ada janin dalam kandungannya.” (HR. Abu Daud 3111 dan dishahihkan al-Albani).
Jika nanti anak kalian dan kalian hidup dengannya lalu Allah akan meninggikan derjatmu terhadap anak-anakmu dengan menyuruhnya lebih berbakti padamu dibandingkan kepada suamimu.
“Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari 5971 dan Muslim 2548)
Lalu pahala mana lagi yang hendak kalian gugurkan dengan sikap kalian terhadap sebuah ucapan yang seperti itu?? Apakah kalian pikir pengorbanan kalian sebanding dengan hitungan “matik-matik“?
Apapun yang suami kita perbuat (kasar ke, hina kita ke, tidak dipukul pun kan?) SABAR. itu lebih baik.
Jika suami kita mungkin salah ucap, kita berhak juga marahin dan nasehatin dia kan? bukan mendebatnya dg hal yang serupa. Kenapa tak bilang ke dia (suami) “kenapa abg bicara sperti itu?” Selesaikan dg baik2…
Parahnya lagi, kenapa kalian begitu terpukul dengan kata-kata dari suami orang, sementara suami kalian tidak seperti itu? Empati ke? Apakah begitu caranya…? Ini saya kutipkan salah satu kata Rasul SAW saat ditanya, kenapa Penghuni neraka itu banyak kami? (wanita). Lalu Rasul jawab:
Nah, jalan durhaka pada suami itu banyak dan gampang banget (kayak anak panah melesat dari busur, saking gampangnya). Jika kalian pernah baca buku panah-panah syetan, pasti akan lah paham. Apalagi dalam rumah tangga, (kata Ustd Adi Hidayat) yang mana ada pula syetan khusus spesial untuk merusak rumah tangga ialah Dasim. dah pernah dengar kan?
Coba kalian bayangkan, jika suami kalian yang ucap kata (seperti komen yang viral itu) pada kalian? apa yang kalian lakukan?
Lalu ada yang bertanya pada saya:
“Kenapa anda terganggu? Berarti anda mendukung dan membela komen viral itu kan?”
Iyalah saya terganggu, karena saya sayang kalian (wanita). Janganlah karena hal-hal sepele, menjual harga diri. Menakar pengorbanan (yg padahal tidak tertakar). Sayang banget kan, itu pahala melahirkan (yg sama dengan pahala jihad, jika meninggal bisa masuk syurga) ditukar dengan beberapa juta aja.
Jadi kesimpulannya begini.
Kadang ada suami yang tak sadar-sadar dibilangin/dinasehatin (hayoo gimana donk?) mau mendebatnya dengan prediket durhaka suami? atau SABAR aja, nasehati baik-baik, jika tidak sadar, do’akan suami kita. InsyaAllah semoga dia bisa sadar dengan sendirinya. (nasehat tetap masukkan dikesempatan tertentu). Jika pun dia tidak pernah sadar-sadar, kalian ingat saja betapa besar (tidak terbatas)-nya pahala SABAR. Jadi sabarlah, selama kalian bisa sabar… Jika kalian sudah tidak bisa lagi bersabar. Pisahlah… Itu akan lebih baik.
Yang terakhir, ada sebuah analogi nih:
Jika masakan kalian (istri) dikomentari suami:
“Masakan apa ini? g enak sumpah!”
Lalu apa sikap istri yang baik itu?
SABAR, tanyakan baik-baik apa yang kurang dari masakanmu. Jika tidak dijawab, kita bisa cek sendiri, intropeksi sendiri. “apa ya.. apa yaa…” jangan fokus ke caciannya. tapi fokus ke “GIMANA besok-besok masakan ini enak“
Saya, masakan istri kalau g enak. saya g komen apa-apa, saya makan aja. (seakan itu enak). Nah, nanti dia kan juga makan, dia tau sendiri… akhirnya dia g makan karena g enak, saya yang terpaksa ngabisin. but, disana romantisnya…. abis itu kita bisa bikin candaan gaje tentang masakan barusan… (curhat 😆 )
Tapi jika sebuah “kata” aja yang kita g tau apa dasar dia mengucapkan kata itu kita debat dan bantah. akhirnya akan seperti bola salju yang lama-lama akan membesar dan duarrr… pecah.
Rumah tangga hancur, semua pahala kita selama ini (mengurus RT, hamil, mengurus anak, dll) jadi tak berharga sekalipun, justru bertukar menjadi arang dosa sebagai hasil dari kedurhakaan dan pembangkangan pada suami.
Wallahu’alam